Mengapa Remaja Gampang Marah?



Mengapa Remaja Gampang Marah? [ www.BlogApaAja.com ]

Kasus penembakan membabi buta yang dilakukan
remaja di Amerika Serikat bukan hanya sekali terjadi. Kasus terbaru adalah seorang pelajar berusia 17 tahun yang menembaki kawan sekelasnya di Ohio, Amerika Serikat.

Penelitian terbaru mengatakan remaja zaman sekarang ternyata memang lebih gampang marah. Penelitian itu menemukan hampir dua pertiga remaja di Amerika menunjukkan kemarahan tak terkendali pada beberapa fase kehidupan mereka.

Kemarahan ini antara lain ditunjukkan dalam bentuk ancaman kekerasan, perusakan harta benda, atau kekerasan fisik terhadap orang lain. Kendati tidak bisa disebut menderita gangguan mental, 6-8 persen remaja ini memenuhi kriteria sebagai penderita gangguan eksplosif intermiten, diagnosis yang diberikan kepada orang yang memiliki agresivitas tak terkendali.

"Ledakan kemarahan ini sangat serius," kata Ronald Kessler, peneliti dari Harvard Medical School. Sifat pemarah ini, kata Kessler, tidak hanya dapat menyakiti orang lain dan menghancurkan harta benda, tapi juga akan terus dibawa hingga remaja itu beranjak dewasa.

Kessler dan rekan-rekannya menganalisis data dari 6.483 pasangan remaja dan orang tua mereka yang mengambil bagian dalam survei rumah tangga National Comorbidity Survey Replication Adolescent Supplement.

Para peneliti mendefinisikan gangguan eksplosif intermiten lewat dua cara. Pertama, definisi sempit, yakni responden harus mengalami tiga kemarahan dalam waktu satu tahun. Kedua adalah definisi lebih luas, yaitu kemarahan terjadi setiap saat dalam hidup responden.

Hasil penelitian menunjukkan hampir satu dari 12 orang, atau 7,8 persen dari responden, memenuhi "kriteria seumur hidup" sebagai penderita gangguan eksplosif intermiten. Sedangkan 6,2 persen responden memenuhi definisi sempit, yakni mengalami tiga kemarahan dalam kurun satu tahun.

Kemarahan paling umum adalah yang melibatkan ancaman kekerasan (dilaporkan di hampir 58 persen kasus), diikuti oleh kemarahan yang melibatkan kekerasan (39 persen), dan yang melibatkan penghancuran properti (hampir 32 persen). Lebih dari 72 persen responden yang marah mengatakan melibatkan lebih dari satu macam perilaku ini.

Kessler mengatakan kemarahan berulang pada anak menunjukkan peringatan serius. Orang tua harus mengetahui apakah kemarahan anak mereka normal atau membutuhkan kunjungan dokter. "Sulit bagi orang tua karena Anda hanya memiliki 1-2 anak untuk dibandingkan. Orang tua juga sulit mengetahui kemarahan seperti apa yang normal," kata dia. []

Follow On Twitter